Turun dari bus malam itu, di
bawah jembatan layang yang masih ramai dengan gelaran kuliner, Anisa
melangkahkan kakinya ke atas trotoar yang menjadi divider kedua jalan yang
berbeda arah itu. Menjauh dari warung seafood
lesehan dengan bau ikan yang menyengat, Anisa mempercepat langkahnya.
Suasana malam yang masih muda merekahkan senyum di bibir mahasiswi itu. Angin
yang berhembus di belakang mobil menghempas badannya. Didekapnya bagian depan
jaketnya walaupun sudah tertutup retsleting.
Kembali berjalan.
Dodo menabrak sepeda yang
diparkir di depan sebuah rumah hingga terjatuh. Badannya berguling di atas
jalan sempit yang terbuat dari batako. Mengerang kesakitan. Suara riuh teriakan
dan derap kaki orang-orang di belakangnya kian mendekat. Dodo mengabaikan rasa
sakitnya dan kembali berdiri. Tertatih. Kembali berlari.
Berjalan memang bukanlah cara
tercepat untuk sampai ke kosnya. Namun Anisa menikmatinya. Banyak yang bisa
dilihat dan dinikmati pelan-pelan ketika berjalan. Bisa berhenti sejenak untuk
mengamati lebih dekat sesuatu. Demikianlah, Anisa berhenti. Seorang anak kecil
putri penjual bakmi jawa bermain-main dengan seekor kecoa di belakang ibunya
yang tengah memasak. Usianya baru sekitar dua tahun. Matanya tertuju pada kecoa
yang terbalik itu. Penuh konsentrasi. Mulutnya tidak menutup. Jarinya yang
mungil menekan-nekan perut kecoa itu. Sementara si kecoa berusaha mati-matian
membalik dirinya. Sang ibu berbalik. Akhirnya si anak dimarahi. Namun tentu dia
tidak peduli. Dia tidak tahu apa-apa. Anisa tersenyum kembali. Berjalan.
Menerawang, dirinya juga pernah sekecil itu.
Jembatan layang adalah sebuah
solusi untuk menghindari kemacetan di jalan yang terutama dilintasi rel kereta
api. Kendaraan kecil seperti motor, hingga kendaraan besar seperti bis kota
melintas di atas dan di bawahnya. Mereka lewat atas dan mendapati perjalanan
yang lancar, singkat, dan juga pemandangan kota yang indah. Sedangkan mereka
yang lewat bawah terkadang kesulitan berbagi jalan dengan kendaraan lain dan
juga bisa terhenti oleh kereta yang melintas. Tapi mendapati banyak kehidupan
di kolong jembatan yang menawarkan tempat untuk berhenti. Tempat beristirahat.
Banyak sekali jalan sempit dan gang kecil gelap. Lalu di antaranya ada jalan dimana motor dan mobil bisa melintas. Kacau. Sama sekali terlihat ketidak-kompakan pada sistem pembangunan di daerah itu, atau di manapun. Rumah-rumah muncul satu-persatu. Kemudian di antaranya terbentuk jalan. Rumah-rumah muncul di lahan tak terpakai. Bentuknya bisa sembarang. Semua orang bisa berekspresi. Kemudian jalan menjadi apa adanya. Berkelok-kelok. Membesar mengecil.
Banyak sekali jalan sempit dan gang kecil gelap. Lalu di antaranya ada jalan dimana motor dan mobil bisa melintas. Kacau. Sama sekali terlihat ketidak-kompakan pada sistem pembangunan di daerah itu, atau di manapun. Rumah-rumah muncul satu-persatu. Kemudian di antaranya terbentuk jalan. Rumah-rumah muncul di lahan tak terpakai. Bentuknya bisa sembarang. Semua orang bisa berekspresi. Kemudian jalan menjadi apa adanya. Berkelok-kelok. Membesar mengecil.
Anisa tidak ingin cepat-cepat
meninggalkan perjalanannya itu. Dia nyaman melewati kerumunan orang yang makan lesehan dan bercanda tawa, beteriak
ramai, dan saling berbincang satu dengan yang lain. Ada pula yang hanya berdua.
Bicara pelan-pelan, menunjuk lampu jalan, tertawa bersama. Sebuah simpul
kehidupan terjadi di kolong ini. Bertemu. Dan bebas dinikmati oleh siapa saja
yang mau. Dan Anisa tidak suka melewatkannya.
Dodo tertawa. Dia tiba-tiba teringat pada permainan lama dimana jagoannya dikejar-kejar banyak musuh dan arenanya adalah sebuah labirin. Dengan kelokan yang banyak. Kotak handphone yang masih baru di tangannya dia masukkan ke dalam ranselnya. Begitu buru-burunya dia sampai tidak sempat memasukkannya ke dalam tas setelah dia mengambilnya dari sebuah counter penjualan pulsa. Tentu saja tanpa permisi.
Tapi seperti semua hal yang
baik, perjalanan di kolong jembatan itu pun usai. Kini Anisa berdiri di bawah
lampu lalu lintas yang berwarna hijau. Semangat dirinya telah bangkit. Dia tahu
bahwa kehidupan orang lain adalah generator bagi kehidupan yang lainnya.
Walaupun perjalanan menikmatinya sangatlah indah, seperti halnya berjalan di
kolong jembatan layang, tapi dia selalu lebih tertarik dengan apa yang akan
dijumpainya ketika semua itu berakhir. Tersenyum lagi, dia mengangguk sendiri.
Menyemangati dirinya dari dalam hati. Melangkah kembali turun ke jalan.
Malam tiba. Sepi. Dodo keluar
dari persembunyiannya. Suara jalan raya terdengar dekat. Harapan Dodo kembali
bangkit. Dia kini berjalan berhati-hati. Semua inderanya difokuskan pada suara
dan gerakan sekecil apapun di sekitarnya. Keluar dari sebuah gang, Jalan raya
itu terlihat. Teriakan seorang pria di ujung lain dari gang itu sontak
mengagetkan Dodo. Dodo berlari lagi. Tidak butuh waktu lama sampai suara di
belakangnya menjadi ramai lagi. Para pengejarnya telah bersatu-padu kembali.
Tapi jalan raya itu sudah di depan mata. Dodo sudah sampai di trotoar. Lampu
lalu lintas berubah merah. Dodo berlari. Turun ke jalan.
No comments:
Post a Comment